Tuesday, March 07, 2017

Everything, Everything -- Nicola Yoon

Everything, Everything, by Nicola Yoon

My rating: 4 of 5 stars

Melihat keluar jendela adalah hobi Madeline sejak kecil. Tak lain dan tak bukan, karena jendela adalah sarananya untuk mengerti dunia. Madeline terkurung dalam rumahnya sejak bayi, dan dia tidak bisa keluar, karena jika Madeline keluar rumah... dia akan mati.

Memandang keluar jendela dan berteman adalah hal yang mustahil untuk Madeline, karena memiliki teman berarti berharap, dan harapan itu yang tidak dimiliki Madeline. Karena teman akan pindah rumah, dan pada akhirnya meninggalkannya sendiri.

Hingga datanglah Olly. Keluarganya pindah ke rumah seberang jalan persis di depannya. Dan sekali lagi Madeline mengintip dari balik jendela. Dia tak ingin berharap apa-apa, namun Olly, anak lelaki yang masih bersekolah di SMA itu menarik perhatiannya. Dengan mudah Olly akan melompati dinding, melompati pagar, naik ke atap tanpa memerlukan tangga. Olly memiliki tubuh yang sangat lentur dan itu membuat Madeline terpana. Belum pernah dia melihat tubuh lentur seperti itu, dan Madeline penasaran. Siapa Olly?
"Life is a gift."
Waktu Madeline banyak dihabiskan bersama ibunya. Mereka akan punya game night, movie night, pokoknya setiap malam sejak Madeline bayi, ibunya selalu ada disisinya. Ibunya seorang dokter yang juga merawatnya. Hingga Madeline tak pernah perlu dibawa ke rumah sakit. Rumahnya sangat steril, hingga tak ada seorang pun yang bisa masuk tanpa disterilisasi sebelumnya. Dan sampai kehadiran Olly di perumahannya, hanya guru arsitektur yang bisa masuk mengunjunginya. Olly dan Madeline pun berkenalan melalui IM, dan percakapan mereka menjadi makin meaningful. Belum lagi Olly yang curcol tentang ayahnya, membuat hubungan mereka makin erat, meski belum pernah bertemu secara fisik.

Memandang keluar jendela menjadi tidak cukup baginya sejak ada Olly. Untunglah perawatnya bisa diajak kongkalikong. Setelah berjanji tidak akan berharap dan sakit hati, Olly pun masuk ke rumah Madeline. Namun ternyata yang namanya perasaan memang tak bisa dibohongi ya? Madeline pun jatuh cinta pada Olly. Meski dia menolak rasa itu, namun jika Olly menemukan ketertarikan yang sama, apa yang bisa dia perbuat?

Pic dok pribadi
Hidup adalah anugrah, itu yang selalu disebutkan perawatnya. Hingga dia mau membukakan pintu untuk Olly, yang mengantar Madeline pada petualangan selanjutnya. Apakah selama ini dia sudah menjalani hidupnya dengan benar? Apakah dengan tidak mengambil resiko keluar rumah dan menjaga kesehatannya, itu artinya dia sudah memaksimalkan anugrah itu? Membuat kita juga bertanya, apakah hidup kita sudah sesuai dengan apa yang diberikan Tuhan? Ataukah kita masih berada dalam gelembung keamanan, dan tidak mengeksplor sesuatu yang lain?

Yang kemudian terjadi adalah sesuatu yang sebenarnya kurang masuk akal saya, namun ya udah lah yaaa.. Yaitu saat akhirnya Madeline membeli tiket ke Hawaii dan menginap di hotel sama Olly. Okay, dia memang baru punya kartu kredit, tapi agak maksa sih sebenarnya. Untuk anak yang tidak bakal pernah keluar rumah, buat apa ibunya memberi dia kartu kredit? Untuk belanja online? Ya gitu deh akibatnya. Anak jadi kabur!

Pesan moral: Jangan kasih anak kartu kredit. Biar mereka bikin sendiri kalo udah punya gaji. :p

Menemukan kebebasan yang belum pernah direguknya membuat Madeline haus dan ingin menghabiskan hidupnya diluar. So what kalo gue mati? Semua orang juga bakal mati. Gitu kali ya pikirnya? Dan ending novel ini ngagetin banget! Bikin saya merasa stupid, hehehe. Tapi suka banget sama perkembangan karakternya, suka ama plotnya, dan meski ada yang gak masuk akal seperti yang tadi saya sebut, plus rumah steril dengan alat sterilisasi yang canggih? WOW! Belum pernah liat sih, tapi mungkin memang ada yang punya rumah seperti itu. I dunno.

Untuk novel young adult, saya suka! Gak terlalu keju, dan surprise factornya dapet :D

No comments: