Thursday, November 02, 2017

The Girl Who Drank the Moon -- Kelly Barnhill

The Girl Who Drank the Moon, by Kelly Barnhill

My rating: 3 of 5 stars

Buku ini memikat perhatian saya saat di halaman-halaman pertama, ketika seorang anak termuda dari sebuah kota dikorbankan untuk penyihir, namun ternyata justru si penyihir bingung sendiri: kenapa sih ni orang-orang pada buang anak? Akan tetapi, menjadi penyihir bukanlah tempatnya untuk bertanya seperti itu, maka si penyihir hanya bisa melakukan apa yang bisa dia lakukan, yakni menyelamatkan anak-anak tersebut SETIAP tahun, membawanya menyeberangi hutan, lembah dan gunung (mungkin) untuk memberi mereka keluarga yang mau merawat mereka.
Knowledge is power, but it is a terrible power when it is hoarded and hidden.
Sepanjang perjalanan, penyihir memberi bayi-bayi itu minuman dari sinar bintang, jika dia kehabisan bekal susu, menyebabkan anak-anak itu bersinar seperti bintang. Sehingga sesampainya di kota yang menampung bayi-bayi tersebut, penyihir akan memilihkan keluarga yang pantas memeliharanya.

Hingga suatu hari, ibu yang biasanya rela dan ikhlas melepas anaknya untuk dikorbankan, kali ini tidak. Ibu tersebut melawan dan mengancam. Tentu saja tentara mengamankannya dan para petinggi mendeklarasikan bahwa ibu tersebut gila dan dikurung di dalam menara selama bertahun-tahun, dibawah pengawasan biarawati-biarawati.
Death is always sudden," Glerk said. His eyes had begun to itch. "Even when it isn't.

Sementara, bayi yang dibawa ibu 'gila' tersebut dibawa oleh penyihir, namun bukannya memberi minum dari sinar bintang, penyihir melakukan kesalahan dengan memberinya sinar bulan purnama. Dan yang terjadi kemudian adalah hal yang tidak bisa diulang, tidak bisa direset, hanya bisa dikomentari, "Oh, dear." Penyihir pun memutuskan untuk memelihara si anak yang kemudian diberi nama Luna.

Kehidupan penyihir dikelilingi oleh monster rawa dan seekor naga yang badannya terlalu kecil untuk ukuran naga. Mereka bertiga seperti keluarga, dan merawat Luna seperti keluarga juga. Namun yang ditakutkan oleh penyihir dan monster rawa mulai terjadi pada diri Luna. Apakah yang dapat dilakukan mereka untuk menghindarkan Luna dari takdirnya? Siapakah Antain yang selalu mendapatkan mimpi buruk mengenai si wanita gila? Mengapa hatinya selalu ingin melihat keadaan wanita tersebut?
Not all knowledge comes from the mind. Your body, your heart, your intuition. Sometimes memories even have minds of their own.
Saya suka cerita Luna dan Xan si Penyihir ini. Memang ada yang bilang bertele-tele, yeah memang soal Xan yang mulai rapuh itu terkesan diulang-ulang. Luna yang digambarkan powerful pun tidak se-powerful yang saya bayangkan, tetapi ya tetap powerful, meski tidak terlalu diexplore. Tapi untuk kategori young-adult, saya suka buku ini. Ringan, nggak banyak konflik, dan karakternya adorable banget! Apalagi si dragon :D Jadi pingin punya piaraan naga deh!

Banyak juga kutipan kata-kata bijak dari Xan atau monster rawa yang njleb.
Just because you don't see something doesn't mean it isn't there. Some of the most wonderful things in the world are invisible. Trusting in invisible things makes them more powerful and wondrous.
Kisah ini juga menggambarkan bahwa duka yang mendalam bisa menghancurkan seseorang. Maka lebih baik berharap, jangan pernah hilang harapan, meski hanya secercah saja, karena jika manusia sudah berduka yang mendalam, maka dirinya akan hancur.
And the more they asked, the more they wondered. And the more they wondered, the more they hoped. And the more they hoped, the more the clouds of sorrow lifted, drifted, and burned away in the heat of a brightening sky.
Dan saya specially love hubungan antara mereka berempat: penyihir, monster rawa, dragon, dan Luna. Kombinasi yang aneh, namun manis.

No comments: